Minggu, 22 Maret 2015

Bila


Bila waktu telah berakhir
Segala rencana takkan punya makna
Semua angan hanya akan menjadi rentet mimpi yang tidak lagi berarti

Khayal

Cita
Angan
Harap
Semua akan sirna dalam sekejap

Ketika panggilan Izrail datang menghentak

Segala ratip
Tangis
Hentak
Hanya pelipur sementara pembalut kecewa

Dan kematian takkan pernah mengenal waktu terlambat

Yang tersisa...........
Hanya sesal, mengapa semua harus selesai ketika mimpi itu belum semua terwujud?

Innalillahiwainnaiilaihirajiun........
Semua yang bernyawa akan kembali menghadapi kematian
tanpa terlambat atau lebih awal walau sedetik
Dan kematian itu adalah pembatas
bila waktu memang telah benar-benar berakhir

Sabtu, 14 Maret 2015

Akhwat




Seorang gadis cilik bertanya pada Emaknya “Emak…ceritakan padaku tentang Akhwat Sejati”.  Sang Emak pun menoleh dan tersenyum seraya menjawab
Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dari kecantikan hati yang ada dibaliknya.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tapi dilihat dari sejauh mana Ia menutupi bentuk tubuhnya.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari begitu banyak kebaikan yang diberikan, tetapi dari keikhlasan Ia memberikan kebaikan itu.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dari apa yang sering mulutnya bicarakan.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya berbicara.

Sang Emak terdiam sembari menatap putrinya “Lantas apa lagi  Mak…?”

Ketahuilah putriku…. Akhwat Sejati bukan dilihat dari keberaniannya berpakaian, tetapi dilihat dari sejauh mana ia berani mempertaruhkan kehormatannya.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari kekhawatirannya yang mengundang orang jadi tergoda.

Kemudian  gadis cilik itu bertanya lagi pada Emaknya
“Emak…ceritakan padaku tentang Akhwat Sejati”
Sang Emak pun menoleh dan tersenyum seraya menjawab

Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari kecantikan paras wajahnya, tetapi dari kecantikan hati yang ada dibaliknya.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari bentuk tubuhnya yang mempesona, tapi dilihat dari sejauh mana Ia menutupi bentuk tubuhnya.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari begitu banyak kebaikan yang diberikan, tetapi dari keikhlasan Ia memberikan kebaikan itu.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya, tetapi dari apa yang sering mulutnya bicarakan.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari keahliannya berbahasa, tetapi dilihat dari bagaimana caranya berbicara.

Sang Emak terdiam sembari menatap putrinya
“Lantas apa lagi Mak…?”
Ketahuilah putriku….

Akhwat Sejati bukan dilihat dari keberaniannya berpakaian, tetapi dilihat dari sejauh mana Ia berani mempertaruhkan kehormatannya.
Akhwat Sejati bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang di jalan, tetapi dilihat dari kekhawatirannya yang mengundang orang jadi tergoda.
Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujian yang Ia jalani, tetapi dilihat dari sejauh mana Ia menghadapi ujian itu dengan Syukur.
Dan Ingatlah…!!!
Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauh mana Ia bisa menjaga kehormatannya dalam bergaul.

Setelah itu Sang anak kembali bertanya
“Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu Mak …?”

Sang Emak memberikan sebuah buku dan berkata
“Pelajarilah mereka!!”
Sang anak pun mengambil buku itu dan terlihat sebuah tulisan
“ISTRI PARA NABI”
Meski kita bukanlah salah satu dari Istri Nabi, Tapi meneladaninya adalah sebuah bentuk kecintaan kita terhadap Allah SWT
 
Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari seberapa banyak dan besarnya ujIan yang Ia jalani, tetapi dilihat dari sejauh mana Ia menghadapi ujian itu dengan Syukur.
Dan Ingatlah…!!!
Akhwat Sejati bukanlah dilihat dari sifat supelnya dalam bergaul, tetapi dilihat dari sejauh mana Ia bisa menjaga kehormatannya dalam bergaul.

Setelah itu Sang anak kembali bertanya “Siapakah yang dapat menjadi kriteria seperti itu Mak?”.  Sang Emak memberikan sebuah buku dan berkata “Pelajarilah mereka!!”.
Sang anak pun mengambil buku itu dan terlihat sebuah tulisan “ISTRI PARA NABI” .

Meski kita bukanlah salah satu dari Istri Nabi Tapi meneladaninya adalah sebuah bentuk kecintaan kita terhadap Allah SWT.

Jumat, 13 Maret 2015

Jangan Pernah Tinggalkan Sholat




Sholat merupakan ritual ibadah yang wajib dikerjakan oleh orang yang mengaku beragama islam, bukan sekedar islam KTP, bukan pula sekedar simbol. Meskipun perjumpaan seorangan hamba dengan Rabbnya bisa dengan ibadah dan amal baik lainnya, namun sholat tetaplah ibadah agung, ibadah yang dimulai dengan takbir dan ditutup dengan salam. Dan merupakan amalan pertama yang akan dihisab nanti.

Namun, kenyataannya kalau kita melihat disekeliling kita sudah terbiasa meninggalkan shalat. Dan yang lebih aneh lagi, tidak ada rasa bersalah dalam diri mereka. Waktu saya tanya, mereka  bilang, bahwa mereka tahu dan sadar, kalau meninggalkan shalat itu dosa, tapi tetap saja tidak ada perbaikan. Istilahnya, sadar sih sadar, tapi tidak mau insyaf.

Firman Allah SWT berikut ini: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku/mengabdi kepada-Ku” ( QS. Adz Dzariyat : 56).  

Firman Allah SWT berikut ini: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku-lah beserta orang-orang yang ruku” (QS. Al Baqarah [2] : 43)

Rasulullah SAW bersabda:
”Amalan manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Lalu Allah Azza wa Jalla (walaupun dia Maha Tahu) berkata kepada malaikat, ”lihatlah shalat hamba-Ku, apakah sempurna atau cacat? Jika shalat itu sempurna, dituliskan sempurna. Akan tetapi jika shalat tidak sempurna, Allah berkata kepada para malaikat, ”Lihatlah, apakah pada hamba-Ku ada shalat sunnah? Jika ada, sempurnakanlah shalat-shalat wajibnya dengan shalat-shalat sunnahnya, Demikian pula zakat. Kemudian amalan-amalan lain dihisab seperti itu.”  (HR. Ahmad, Abu Dawud, an Nasai, Ibn Majjah)


Berikut beberapa ayat Al Quran tentang shalat :
1. Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan(QS. Al ‘Ankabuut [29]:45)

2.  Allah SWT berfirman: “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya.” (QS. Al Muddatstsir [74]: 42-45)

3. “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada bari itu tidak ada jual beli dan persahabatan”. (QS. Ibrahim [14]: 31)

4. “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang mensia-siakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (QS. Maryam [19]: 59)

5.  “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”(QS. Al Ahzab [33] : 33)


Berikut beberapa hadits shahih tentang shalat :
1. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, ia berkata: “Ya Rasulullah, beritahukan kepada saya satu amalan yang jika diamalkan, saya dapat masuk surga” Lalu Nabi SAW bersabda: “Janganlah engkau menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun walaupun engkau disiksa dan dibakar. Taatilah kedua orang tuamu. Janganlah engkau meninggalkan shalat dengan sengaja, karena siapa yang meninggalkannya dengan sengaja, berarti ia telah melepaskan diri dari jaminan Allah.” (HR. Ath Tabrani) 

2.  Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya’ dan shalat Subuh. Sekiranya mereka mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, niscaya mereka akan mendatangi keduanya (berjamaah di masjid) sekalipun dengan merangkak” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

3.  Rasulullah bersabda : Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di kegelapan malam menuju masjid, bahwa mereka akan mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat (Abu Dawud dan Tarmidzi)

Kamis, 12 Maret 2015

Kematian Suatu Nasihat




Kematian mengingatkan bahwa waktu sangat berharga
Tak ada sesuatu pun buat seorang mukmin yang mampu mengingatkan betapa berharganya nilai waktu selain kematian. Tak seorang pun tahu berapa lama lagi jatah waktu pentasnya di dunia ini akan berakhir. Sebagaimana tak seorang pun tahu di mana kematian akan menjemputnya.

Ketika seorang manusia melalaikan nilai waktu pada hakekatnya ia sedang menggiring dirinya kepada jurang kebinasaan. Karena tak ada satu detik pun waktu terlewat melainkan ajal kian mendekat. Allah swt mengingatkan itu dalam surah Al-Anbiya ayat 1, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”

Ketika jatah waktu terhamburkan sia-sia, dan ajal sudah di depan mata. Tiba-tiba, lisan tergerak untuk mengatakan, “Ya Allah, mundurkan ajalku sedetik saja. Akan kugunakan itu untuk bertaubat dan mengejar ketinggalan.” Tapi sayang, permohonan tinggallah permohonan. Dan, kematian akan tetap datang tanpa ada perundingan.

Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim ayat 44, “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang zalim: ‘Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul….”

Kematian mengingatkan bahwa kita bukan siapa-siapa
Kalau kehidupan dunia bisa diumpamakan dengan pentas sandiwara, maka kematian adalah akhir segala peran. Apa pun dan siapa pun peran yang telah dimainkan, ketika sutradara mengatakan ‘habis’, usai sudah permainan. Semua kembali kepada peran yang sebenarnya.

Lalu, masih kurang patutkah kita dikatakan orang gila ketika bersikeras akan tetap selamanya menjadi tokoh yang kita perankan. Hingga kapan pun. Padahal, sandiwara sudah berakhir.

Sebagus-bagusnya peran yang kita mainkan, tak akan pernah melekat selamanya. Silakan kita bangga ketika dapat peran sebagai orang kaya. Silakan kita menangis ketika berperan sebagai orang miskin yang menderita. Tapi, bangga dan menangis itu bukan untuk selamanya. Semuanya akan berakhir. Dan, peran-peran itu akan dikembalikan kepada sang sutradara untuk dimasukkan kedalam laci-laci peran.

Teramat naif kalau ada manusia yang berbangga dan yakin bahwa dia akan menjadi orang yang kaya dan berkuasa selamanya. Pun begitu, teramat naif kalau ada manusia yang merasa akan terus menderita selamanya. Semua berawal, dan juga akan berakhir. Dan akhir itu semua adalah kematian.

Kematian mengingatkan bahwa kita tak memiliki apa-apa
Fikih Islam menggariskan kita bahwa tak ada satu benda pun yang boleh ikut masuk ke liang lahat kecuali kain kafan. Siapa pun dia. Kaya atau miskin. Penguasa atau rakyat jelata Semuanya akan masuk lubang kubur bersama bungkusan kain kafan. Cuma kain kafan itu.
Itu pun masih bagus. Karena, kita terlahir dengan tidak membawa apa-apa. Cuma tubuh kecil yang telanjang.

Lalu, masih layakkah kita mengatasnamakan kesuksesan diri ketika kita meraih keberhasilan. Masih patutkah kita membangga-banggakan harta dengan sebutan kepemilikan. Kita datang dengan tidak membawa apa-apa dan pergi pun bersama sesuatu yang tak berharga.

Ternyata, semua hanya peran. Dan pemilik sebenarnya hanya Allah. Ketika peran usai, kepemilikan pun kembali kepada Allah. Lalu, dengan keadaan seperti itu, masihkah kita menyangkal bahwa kita bukan apa-apa. Dan, bukan siapa-siapa. Kecuali, hanya hamba Allah. Setelah itu, kehidupan pun berlalu melupakan peran yang pernah kita mainkan.

Kematian mengingatkan bahwa hidup sementara
Kejayaan dan kesuksesan kadang menghanyutkan anak manusia kepada sebuah khayalan bahwa ia akan hidup selamanya. Hingga kapan pun. Seolah ia ingin menyatakan kepada dunia bahwa tak satu pun yang mampu memisahkan antara dirinya dengan kenikmatan saat ini.

Ketika sapaan kematian mulai datang berupa rambut yang beruban, tenaga yang kian berkurang, wajah yang makin keriput, barulah ia tersadar. Bahwa, segalanya akan berpisah. Dan pemisah kenikmatan itu bernama kematian. Hidup tak jauh dari siklus: awal, berkembang, dan kemudian berakhir.

Kematian mengingatkan bahwa hidup begitu berharga
Seorang hamba Allah yang mengingat kematian akan senantiasa tersadar bahwa hidup teramat berharga. Hidup tak ubahnya seperti ladang pinjaman. Seorang petani yang cerdas akan memanfaatkan ladang itu dengan menanam tumbuhan yang berharga. Dengan sungguh-sungguh. Petani itu khawatir, ia tidak mendapat apa-apa ketika ladang harus dikembalikan.

Mungkin, inilah maksud ungkapan Imam Ghazali ketika menafsirkan surah Al-Qashash ayat 77, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) dunia…” dengan menyebut, “Ad-Dun-ya mazra’atul akhirah.” (Dunia adalah ladang buat akhirat)
Orang yang mencintai sesuatu takkan melewatkan sedetik pun waktunya untuk mengingat sesuatu itu. Termasuk, ketika kematian menjadi sesuatu yang paling diingat. Dengan memaknai kematian, berarti kita sedang menghargai arti kehidupan.